Jakarta kian sesak dan mampat. Persoalan seperti benang kusut. Namun, selalu ada cara mencari kenyamanan dan kegembiraan. Ini kisah orang-orang yang menciptakan ruangan hidup di kolong jembatan layang Jakarta.
Tepat di bawah Gerbang Tol Gedong Panjang, Kelurahan Penjaringan, Jakarta Utara, Aceng dan keluarganya bertahan hidup di kamar-kamar sempit tanpa sekat. Ia di apit rapat para tetangga, semua tinggal di petak-petak tidak bernomor. Semuanya hanya punya satu alamat bersama “Jalan Patok Asem Baru I-Kolong jembatan”.
Kami senang dikunjungi tetapi jarang tamu yang datang. Biasanya kami hanya di ingat mau ada pemilu saja. Mana tahu orang atasan kalau kami hidup di bawah kolong .” kata aceng (40).
Anak Aceng, Juwita(6), dengan lantang menyebut tinggal di kolong jembatan ketika di tanya tentang alamat rumahnya.
Juwita memang hanya mengenal kolong jembatan sebagai tempat hidup. Ia tinggal bersama ratusan orang yang menempati sekitar 40 petakan berukuran rata-rata 3 x 7 meter tanpa sekat tembok.
“Daeng supa (90) tinggal bersama anak cucunya dirumah kecil yang berjejalan dengan ratusan truk asal Sumatera yang menunggu muatan.” Ini salah satu pangkalan truk paling nyaman di kolong tol.
Puing bangunan rumah Daeng Supa itu jejak penggusuran serempak pemukiman kolong tol yang di gelar Pemeritah pada tahun 2007. Penggusuran di picu kebakaran pemukiman kolong tol dikawasan Pluit dan Panjaringan, yang merusak sejumlah ruas tol dan Jalan layang.
“Saya dulu termasuk yang di gusur, dipindahkan kerumah susun di Kapuk. Namun, tinggal di rumah susun itu mahal, membeli air saja mahal. Saya sudah tua dan tidak punya penghasilan. Akhirnya saya tinggal di kolong jembatan lagi,” ujar Supa.
Seminggu 3 kali, Istri Aceng, Rina (35), dan belasan perempuan lain senam di jalanan dekat kolong. Jika jalanan di penuhi parkiran truk barang, senam terpaksa dibatalkan.
SALING PINJAM
Hidup berhimpitan kerap menimbulkan kelucuan. Supri yang bekerja sebagai anak buah kapal sedang libur melaut tiga bulan. Ia selalu pulang kekolong jembatan agar bisa menemani ibunya, Sarti (51). Tidak tahan lama menganggur selama liburannya, Supri melamar ke pusat perbelanjaan. Lucunya, saat dipanggil wawancara Sarti panik karena kemeja putih milik Supri hilang dipinjam tetangga. Dari petakan satu kepetakan lain, Sarti berkeliling mencari kemeja yang kini ternyata sudah tidak lagi putih dan beberapa kancingnya lepas.
Tidak hanya kemeja yang dipinjamkan ke tetangga, pinjam-meminjam indukan ternak pun hal biasa. Sarti misalnya,meminjamkan salah satu anak ayam kampung miliknya untuk di pelihara Marni (55). Ditangan Marni yang baru tinggal di kolong jembatan sejak tahun 2007, anak itu sudah berkembang menjadi 20 ekor.
Saling menghargai. Itu pula yang menjadi prinsip hidup bertetangga di kolong Tol Sedyatmo, Apalagi mereka yang tinggal disini berasal dari beragam suku, seperti Jawa, Sunda, Padang, dan Makassar. Hal inilah yang membuat banyak warga betah tinggal di tempat tersebut meski sudah beberapa kali di gusur, termasuk ketika di tempatkan di rumah susun (rusun) di daerah Kapuk.
Sore itu, sambil mengayun-ayun cucunya, Aisyah (11 bulan), dengan kain yang digantung , Saudah meneriaki anaknya, Ryan, agar menjauhi kumpulan pria yang sedang menenggak minuman alkohol.
Didekatnya, pemutar keping CD mengalunkan lagu “Alamat Palsu.” Milik Ayu ting-tin. Kemari membawa alamat. Namun yang kutemui bukan dirinya. Sayang yang kuterima alamat palsu…
sumber: kompas, minggu 18 desember 2011
Andai sang kekasih tinggal di kolong, dia pasti tidak akan salah alamat